Oleh :
Jika
kita sepakat bahwa semua kitab suci adalah Karya Tuhan, berarti tak lama lagi
di Indonesia Kekuasaan-Nya segera dibatasi dengan undang-undang. Keadilan-Nya
kian dipertanyakan. Bahkan pengikut-Nya bisa dipidanakan gara-gara melanggar UU
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG). Itu jika komisi VIII DPR RI tetap nekad
mengesahkan RUU KKG.
Keadilan
Tuhan seperti yang termaktub dalam lembaran-lembaran kitab suci dianggap tidak
lagi setara untuk laki-laki dan perempuan, alias bias gender! Apalagi Bab VIII,
pasal 67 RUU KKG secara tegas menyebutkan: “Setiap orang dilarang melakukan
perbuatan yang memiliki unsur pembedaan, pembatasan, dan/atau pengucilan atas
dasar jenis kelamin tertentu”.
Karena
Tuhan tidak termasuk dalam kategori “setiap orang”, maka sebagai gantinya
adalah semua orang yang mengikuti ajaran Tuhan. Maka siapa saja yang masih saja
melaksanakan Ketentuan Tuhan dalam masalah waris, aqiqah, kesaksian, melarang
perempuan menjadi khatib jumat, wali nikah, imam shalat bagi makmum laki-laki,
dan melarang nikah beda agama maupun sesama jenis berarti telah melanggar Bab
VIII, pasal 67 dan Bab III pasal 12, khususnya huruf a dan e yang menyatakan:
“Dalam perkawinan, setiap orang berhak: (a) memasuki jenjang perkawinan dan
memilih suami atau isteri secara bebas. (e) atas perwalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan pengangkatan anak”.
Apa
yang menjadi Kehendak Tuhan secara umum dinilai telah melenceng dari dasar
filosofi, karakteristik, arah dan target RUU KKG seperti yang digariskan
dalam Ketentuan Umum, Bab I, pasal 1.
Dalam
ketentuan umum, kesetaraan dan keadilan diartikan dengan kesamaan dan
persamaan. “Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan
dan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan mengakses, berpartisipasi,
mengontrol dan memperoleh manfaat pembangunan di semua bidang kehidupan.
Sedangkan “Keadilan Gender adalah suatu keadaan dan perlakuan yang
menggambarkan adanya persamaan hak dan kewajiban perempuan dan laki-laki
sebagai individu, anggota keluarga, masyarakat dan warga negara”. (cetak miring
untuk kata kesamaan dan persamaan oleh penulis)
Apa saja bentuk “ketidakadilan” dalam kitab suci menurut RUU KKG?
Dalam
Bibel terdapat banyak sekali ayat-ayat yang secara tekstual cenderung
bertentangan dengan RUU ini. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1.
“Demikian juga hendaknya
perempuan. Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana,
rambutnya jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun
pakaian yang mahal-mahal”. (I Timotius 2:9)
2.
“Aku tidak mengizinkan
perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki;
hendaklah ia berdiam diri”. (I Timotius 2:12)
3.
Lagipula bukan Adam yang tergoda,
melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa”. (I Timotius
2:14)
4.
Wujud kutukan Tuhan terhadap
perempuan. “Firman-Nya kepada perempuan itu: "Susah payahmu waktu
mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan
anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu”.
(Kejadian 3:16)
5.
Sama seperti dalam semua Jemaat
orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam
pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara.
Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat.
Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada
suaminya di rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam
pertemuan Jemaat. (I Korintus 14:34-35);
6.
Sebagai simbol kejahatan "Dan
pada dahinya tertulis suatu nama, suatu rahasia: "Babel besar, ibu dari
wanita-wanita pelacur dan dari kekejian bumi. Dan aku melihat perempuan itu
mabuk oleh darah orang-orang kudus dan darah saksi-saksi Yesus". (Wahyu
17:5-6)
7.
“Hai isteri, tunduklah kepada
suamimu seperti kepada Tuhan. Karena suami adalah kepala isteri sama seperti
Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. karena suami
adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang
menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus,
demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu”. (Efesus 5:22-24)
8.
Anak perempuan tidak mendapatkan
waris kecuali jika tidak ada pewaris lagi dari laki-laki. “Dan kepada orang
Israel engkau harus berkata: Apabila seseorang mati dengan tidak mempunyai anak
laki-laki, maka haruslah kamu memindahkan hak atas milik pusakanya kepada
anaknya yang perempuan”. (Bilangan 27:8)
9.
Seorang istri tidak punya hak
waris dari suaminya (bilangan 27:8-11)
10.
Anak perempuan boleh dijual
sebagai budak: "Apabila ada seorang menjual anaknya yang perempuan sebagai
budak, maka perempuan itu tidak boleh keluar seperti cara budak-budak lelaki
keluar" (Keluaran 21:7
11.
”Dan aku menemukan sesuatu yang
lebih pahit dari pada maut: perempuan yang adalah jala, yang hatinya adalah
jerat dan tangannya adalah belenggu”. (pengkhotbah 7:26)
Demikian
seperti yang dikuatkan juga oleh P. Hendrik Njiolah, Pr., seorang Penasihat
Rohani WKRI DPD Propinsi Sulawesi Selatan dan alumnus Pontificium Institutum
Biblicum (Institut Kitab Suci Kepausan) Roma (1987-1991), dalam bukunya
"Ideologi Jender dalam Kitab Suci (Suatu Penggalian)".
Tidak
hanya Bibel, bahkan al-Qur'an pun akan dipandang sama. Karena banyak ayat-ayat
al-Qur'an tidak sejalan dengan RUU ini. Di antaranya seperti berikut:
1.
Akan tetapi para suami, mempunyai
satu tingkatan kelebihan daripada isterinya (QS. Al-Baqarah 228)
2.
Allah mensyari'atkan bagimu
tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki
sama dengan bagian dua orang anak perempuan (QS. An-Nisa’ 11)
3.
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin
bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka
(laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh,
ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,
oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An-Nisa’ 34).
Lalu
apakah dengan banyaknya ketidaksesuaian dengan RUU ini, teks-teks kitab suci
itu harus dirombak? Ataukah DPR RI dan Menneg PP akan mempromotori proyek
pembuatan tafsir kitab suci versi baru yang sehaluan dengan RUU ini? Kita
tunggu bagaimana akal kolektif anggota dewan menghadang Wahyu Tuhan.
RUU KKG Memasung Perempuan
Sebenarnya
banyak sekali pasal-pasal dalam RUU KKG ini bertentangan dengan kodrat
perempuan. Bahkan mereka juga tidak terlalu membutuhkannya. Biarlah keinginan
perempuan berkembang secara alami dan beragam. Pemerintah tidak perlu
mengintervensi keinginan perempuan dengan memaksa mereka minimal 30% harus
duduk di legislatif, eksekutif, yudikatif dan lembaga pemerintahan lainnya.
Pemerintah juga tidak terlalu perlu untuk mengistimewakan keinginan sekelompok
perempuan tertentu yang bersifat kasuistik untuk dibuat aturan umum yang
mengikat semua warga negara. RUU KKG adalah wujud pemaksaan perempuan untuk
tidak menjadi seperti yang mereka kehendaki.
Para
pembuat RUU ini seharusnya lebih akomodatif terhadap pilihan wanita, termasuk
memperhatikan ambisi para ibu untuk mendidik anak-anaknya. Kata-kata seorang
ibu di Melbourne sungguh patut direnungkan bagi kita semua: “Saya mempunyai
mimpi untuk diri saya sendiri, tapi saya mempunyai mimpi yang lebih besar untuk
anak-anak saya”. Kepada isteri saya, seorang ibu guru juga menceritakan
pengalamannya ketika ditanya muridnya: “What is your ambition?” Lalu dia
menjawab: “My ambition is to guide my children reach their ambition”.
Memang
sungguh tidak mudah mewujudkan mimpi dan ambisi semua perempuan. Karena hal itu
memerlukan integritas, kapasitas dan kapabilitas yang sempurna. Namun merupakan
suatu kebodohan kaaffah jika pembuat kebijakan hanya mengakomodir kepentingan
sebagian kecil kelompok yang tidak mendasarkan pada nilai-nilai kemuliaan
perempuan. Sebab kata Ibn al-Qayyim kebodohan adalah memandang baik sesuatu
yang mestinya buruk dan menganggap sempurna sesuatu yang mestinya kurang.
Sedangkan kebodohan dan keras kepala jika berakumulasi pada diri seseorang akan
berakibat jahil murakkab (bodoh kuadrat). Abu Talib al-Makki menjelaskan bahwa
mereka inilah “orang-orang yang tidak tahu dan tidak tahu kalau dirinya tidak
tahu”. Pastinya kita tidak sedang mengharap bahwa kejahilan kolektif yang
murakkab bakal menimpa dewan yang sama-sama kita hormati. Wallahu a’lam bi
l-sawab.
sumber: www.insistnet.com
sumber: www.insistnet.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar